December 31, 2013

[Review Novel] Montase



IDENTITAS BUKU :
Judul : Montase
Penulis : Windry Ramadhina
Penerbit : GagasMedia
Editor : Ayuning & Gita Romadhona
Tebal : 357 halaman
Terbit : Cetakan pertama, 2012
ISBN : 979-780-605-7
Rating : 4/5 bintang

SINOPSIS :
Aku berharap tak pernah bertemu denganmu. 
Supaya aku tak perlu menginginkanmu. 
Memikirkanmu dalam lamunku. 
Supaya aku tak mencarimu setiap kali aku rindu.

Supaya aku tak punya alasan untuk mencintaimu. 
Dan terpuruk ketika akhirnya kau meninggalkanku.

Tapi...,
kalau aku benar-benar tak pernah bertemu
denganmu, mungkin aku tak akan pernah tahu
seperti apa rasanya berdua saja denganmu.
Menikmati waktu bergulir tanpa terasa.
Aku juga tak mungkin bisa tahu seperti apa
rasanya sungguh-sungguh mencintai...
dan dicintai sosok seindah sakura seperti dirimu.

Review :
Novel ini aku pinjem dari Mbak Sulis tanggal 14 Desember 2013. Langsung dibaca pas sampai di kostan sore itu juga. Dibaca sampai setengah 10, lalu disambung pagi tanggal 15 Desember 2013, dan selesai setengah jam kemudian.

Aku suka sama novelnya. Ceritanya mengalir, meskipun banyak hal baru bagiku. Aku yang tidak berjiwa seni ini, ogah membaca segala hal yang berbau seni. Tapi entah kenapa di novel ini semuanya begitu mengalir dan menarik. Tentang pembuatan film, film dokumenter, dan beberapa pengetahuan lain tentang film.

Meskipun di novel ini ada kisah percintaannya, namun tidak mendominasi. Malahan lebih dominan membahas banyak hal tentang sinematografi, dan sebagainya. Namun kisah percintaannya tetap ada dalam porsi yang pas.

Dari awal melihat novel ini, udah jatuh cinta sama covernya. Tapi tetap nggak mudeng kalo itu gambar roll film. Aku kira cuma gambar bingkai biasa haha. Suka banget sama covernya.

Alur ceritanya juga cepat, tidak bertele-tele. Suka sama tokoh-tokohnya, terutama Haru Enomoto. Rasanya dia ini unik banget. Untuk tokoh Rayyi, entah kenapa saya merasa kalau Rayyi dan Gilang di novel London ini memiliki sifat yang sama.

Soalnya diceritakan dari sudut pandang orang pertama, Rayyi. Begitupula dengan novel London yang menggunakan sudut pandang Gilang. Jadi apa yang mereka berdua pikirkan, bagaimana perkataan mereka, itu terkesan mirip.

Bukunya bagus. Ceritanya ringan dan mengalir, tapi penuh sama informasi baru. Terutama buat kamu yang belum banyak mengetahui sinematografi, dan yang menyukainya.

Setelah membaca 2 karya Windry Ramadhina, saya suka keduanya dan berniat membaca Orange dan Metropolis :)

No comments:

Post a Comment